Orideknews.com, MANOKWARI, – Puluhan Rakyat Papua yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua (SRP) di kabupaten Manokwari, Papua Barat aksi turun jalan lakukan demo damai.
Aksi itu menuntut ditutupnya PT. Freeport Indonesia (PT.FI) di Timika, Papua, Tolak Otsus jilid II dan berikan penentuan nasib sendiri bagi Rakyat Papua serta menyatakan NKRI di tanah Papua ilegal.
Demo damai itu berlangsung di perempatan lampu merah Makalo, Kabupaten Manokwari, pada Rabu (7/4/21) sekira pukul 09.00 Wit. Orasi secara bergantian oleh perwakilan perempuan Papua, mahasiswa, pemuda dan masyarakat Papua itu, secara tegas menyatakan sikap dan mendesak agar PT. Freeport Indonesia ditutup.
Salah seorang aktivis perempuan Papua, Sayang Mandabayan menyampaikan bahwa 21 tahun otonomi khusus (otsus) diberikan kepada Papua, namun negara tidak mempunyai niat baik untuk membangun tanah Papua, tapi hari ini negara berikan tawaran untuk menjadi Bintara otsus maupun Polisi Noken.
Untuk itu, dimana negara selama 20 tahun ini. Dengan demikian secara tegas rakyat Papua minta agar hentikan segala intimidasi kepada anak-anak asli yang berjuang demi mempertahankan tanah adat di Papua.
Mandabayan, mengatakan rakyat Papua sangat toleransi diatas bangsa tanah Papua. Akan tetapi ketika rakyat Papua di Intan Jaya, Nduga dan daerah lainnya di tanah Papua mengalami musibah kemanusian karena diduga aksi militer, sehingga rakyat Papua disana mengungsi dan terlantarkan oleh negara, namun sama sekali tidak ada donasi kepada mereka.
“Kami perempuan Papua melahirkan anak-anak asli Papua diatas tanah kami, maka TNI, polri orang Papua yang bertugas saat ini, kami pertanyakan dimanakah hati nuranimu,” tanya Sayang.
“jangan hanya menggunakan baju dinas hanya untuk makan perut anda, namun dimana jati diri sebagai anak asli Papua,” seru Sayang.
Menurutnya, selama 21 tahun rakyat Papua tertindas karena otonomi khusus, sehingga kedepannya anak asli Papua akan terpinggirkan diatas tanah Papua.
Dalam orasinya itu, Sayang mengajak rakyat Papua di kabupaten Manokwari untuk mendesak pemerintah menutup segala bentuk invetasi kapitalisme yang ada di tanah Papua. Sebab semua investasi kapitalisme itu ilegal dan tidak memperhatikan anak-anak adat setempat.
“Kami bisa hidup tanpa PT Freeport dan perusahaan kelapa sawit di tanah Papua. Namun kami tidak bisa hidup tanpa tanah adat kami, sebab sejak dahulu orangtua kami hidup diatas tanah adat ini,” teriak Sayang.
Kembali Sayang mengatakan, atas nama pembangunan, negara telah mengambil tanah adat Papua untuk kepentingan negera dan menutup ruang tanpa menyusun rancangan masyarakat adat.
Persoalan hari ini, tegas Sayang, mahasiswa dan rakyat Papua turun ke jalan untuk menyuarakan kebenaran, sebab kedepannya ada dampak kerusakan tanah adat untuk anak cucu Papua.
Oleh sebabnya, ketika ada bencana di tanah Papua sering dikaitkan dengan murka Tuhan. Secara tegas ia mengatakan itu adalah pembohongan.
Dia menambahkan, negara menjamin untuk kepentingan kapitalisme berinvestasi sehingga rakyat Papua menjadi korban.
Pantauan di lapangan aksi tersebut dijaga ketat aparat Kepolisian dari polres Manokwari dan Polda Papua Barat dengan di back-up oleh Brimob Polda Papua Barat. Aksi tersebut berlangsung aman hingga berakhir di lembaga MRP-PB untuk membacakan 7 pernyataan sikap politik.(ALW/ON)