Orideknews.com, MANOKWARI – Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) Manokwari, Papua Barat, menggelar Kampanye dan lomba Advokasi Kekerasan Berbasis Gender (KGB) sebagai langkah strategi kampanye pencegahan, Kamis, (16/8/2018).
Kegiatan yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat itu, mampu menyedot kurang lebih 23 orang kaum bapak di kompleks Jalan Toba Pasar Ikan Sanggeng, Manokwari.
Saat ditemui Direktur YMP2, Anike Sabami mengaku kegiatan tersebut merupakan program dari YMP2 yang mempunyai fokus melakukan pencegahan dan penghentian kekerasan berbasis gender.
Melalui YMP2 juga kata Sabami, pihaknya mencoba mengambil momentum perayaan HUT RI ke 73, 17 Agustus 2018 untuk menggelar lomba pembuatan teh dan memasak nasi goreng bagi kaum bapak sekaligus menggelar kampanye KGB.
“Ini yang membuat kami mitra perempuan melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung bagi masyarakat terutama pelaku kekerasan dalam hal ini kita lihat banyak kaum laki-laki yang melakukan kekerasan berbasis gender,” ucap Sabami.
Menurutnya, kekerasan berbasis gender sendiri mencakup kekerasan secara luas seperti kekerasan pelecehan seksual, pemerkosaan dan kekerasan perceraian di pengadilan negeri.
“Bagi saya itu kekerasan berlapis yang dialami oleh kaum perempuan, baik itu ibu rumah tangga maupun remaja putri dan anak-anak,” jelasnya.
Sehingga, kata Sabami dengan mengadakan kegiatan lomba dan kampanye, sedikit demi sedikit ada perubahan perilaku laki-laki sebagai pelaku kekerasan berbasis gender. Walaupun tidak mencakup wilayah Manokwari secara luas.
“ Kita tahu bahwa beberapa minggu kemarin ada terjadi peristiwa di kompleks ini, dimana saudara-saudara kita ada 3 orang yang nyawanya terancam dan 27 orang lainnya dirawat akibat minuman keras oplosan,” beber Sabami mencontohi.
Baginya dari kasus akibat miras oplosan itu, ada satu bentuk kekerasan terhadap perempuan terutama istri dan anak-anak yang ditinggalkan.
“Istilah saya itu penelantaran istri dan anak-anak, misalnya fenomena di Manokwari ada 10 orang yang meninggal akibat minuman keras oplosan. Coba kita bayangkan saja, saya lihat disini ada anak yang ditinggalkan itu 2 sampai 3 orang, kita hitung saja dari 10 orang bapak yang meninggal dia tinggalkan berapa anak dan istri,” jelasnya.
Sehingga dengan makna lomba pembuatan teh dan nasi goreng kaum bapak bisa mengambil hikmahnya, bagaimana melakukan rutinitas yang dikerjakan oleh kaum ibu setiap harinya.
“Nah bagaimana merubah perilaku seorang suami yang tipikal melakukan kekerasan, ini yang kami lakukan kegiatan seperti ini. Merubah perilaku laki-laki tetapi juga proses penyadaran publik, supaya jangan sampai kami disebut perempuan maka notabene kapan saja laki-laki mau buat kekerasan,” tutup Sabami. (RED/ON)
