Orideksnews.com, BOGOR – Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menyelenggarakan lokalatih pengayaan kapasitas fasilitator tentang kajian Etnografi Tanah Adat, Wilayah Adat dan Hutan Adat di Bogor, 26-28 Februari 2019.
Lokalatih kali ini, menghadirkan sekitar 20an orang yang berasal dari beberapa Provinsi di Indonesia.
Saat membuka kegiatan Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat, Kasmita Widodo mengatakan untuk mendaftar di BRWA sebagai wilayah Adat harus melalui proses registrasi, verifikasi, sertifikasi peta wilayah adat dan Profil Masyarakat Adat.
“Profil dan peta wilayah Adat itu ditinjau, dinilai, dan disajikan agar dapat digunakan Masyarakat Adat untuk pengakuan keberadaan dan pelindungan hak-hak mereka,” jelas Widodo.
Menurutnya, lebih dari itu, identitas social, kultural, tenurial ditiap Masyarakat Adat itu amat penting untuk didokumentasikan dan dituliskan agar tidak hilang seiring pewarisan budaya melalui tuturan lisan yang rentan terputus.
“Pengkajian sosial, kultural, dan juga tenurial amatlah penting sebagai pembuktian secara ruang dan waktu tentang keberadaan peradaban dan identitas budaya yang mapan dari suatu Masyarakat Adat.
Sementara itu, Aria Sakti Handoko pelaksana kegiatan menyampaikan bahwa, tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memperkuat pengetahuan dan ketrampilan fasilitator pengkaji serta penyaji serta penyaji data sosial dan data spasial.
“ Menyusun standar penggalian serta standar mutu dari penyajian data sosisal, cultural, tenurial untuk kebutuhan pengakuaan Masyarakat Adat, Wilayah Adat dan Hutan Adat.”
Ia berharap dari lokalatih itu, dapat memperkuat pengetahuan dan keterampilan fasilitator, pengkaji, serta penyaji data sosial dan data spasial.
“ Menyusun standar metode penggalian serta standar mutu dari penyajian data social, cultural, tenurial untuk kebutuhan pengakuan masyarakat adat, wilayah adat dan hutan adat,” tambah Aria.
Salah satu peserta Perwakilan dari Non Governmnet Organization (NGO) lokal, Panah Papua asal Papua Barat, Bachtiar Rumatumia, kepada www.orideknews.com, belum lama ini di Bogor mengaku sangat bersyukur bisa bergabung dan berbaur dengan peserta dari berbagai wilayah yang dipertemukan di sebuah forum yang membahas mengenai hajat hidup masyarakat dan wilayah adatnya.
“Meteri yang saya dapatkan dalam kegiatan ini merupakan modal pengetahuan tambahan bagi saya ketika kembali ke daerah dampingan dan melakukan kajian-kajian sosial dengan mudah lagi, agar hasil yang kami dapatkan di lapangan bisa membantu dalam mempermudah penyusanan draf pengajuan registrasi wilayah adat sesuai dengan format registrasi BRWA,” ungkap alumni Universitas Papua tersebut.
Bachtiar menjelaskan bahwa, kajian-kajian yang dilakukan dilapangan nanti, semata hanya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, yang berkuasa atas wilayah dan mampu mengelola wilayah adat mereka.
“Kerena berbicara soal tanah adat tidak terlepas dari manusianya oleh karena, kita selaku aktivis pembelah hak-hak masyarakat adat ini lebih fokus lagi dalam pendampingan bersama agar proses mendapatkan pengakuan dan penetapan Masyarakat Hukum Adat, Wilayah Adat serta Hutan Adat, itu berjalan baik,” harapnya.
Untuk diketahui, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) adalah lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat. BRWA sendiri dibentuk tahun 2010 atas inisiatif Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), dan Sawit Watch (SW).
BRWA dibentuk karena data dan informasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat hasil pemetaan partiisipatif tidak terdokumentasi secara baik. Selain itu, pemerintah juga selama ini tidak memiliki peta dan data sosial keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Tentu saja ini menjadi persoalan, baik di pemerintah dan juga di masyarakat ketika dilakukan upaya mendorong pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Kelembagaan BRWA untuk pertama kali legalitasnya berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal AMAN No. 01/SK-BRWA/PB-AMAN/III/2011. Melalui SK ini BRWA menjadi Badan Otonom AMAN yang menetapkan Kepala BRWA sebagai pengurus harian berdasarkan usulan Dewan Penyantun BRWA.
Pada tanggal 21 Februari 2017 diadakan Rapat Pleno pertama yang dihadiri oleh perwakilan lima lembaga pendiri BRWA, menetapkan BRWA sebagai lembaga independen. Selanjutnya bentuk kelembagaan BRWA adalah badan hukum Yayasan yang disahkan dengan Akta Notaris No. 27. Pembinaan dan pengawasan BRWA selanjutnya dilakukan oleh seluruh lembaga pendiri melalui mekanisme pengaturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Kepengurusan Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat melibatkan lima lembaga pendiri, terdiri atas Badan Pembina, Badan Pengawas, dan Badan Pengurus. Badan Pembina diketuai oleh Sekjen AMAN dengan Direktur FWI dan Direktur Sawit Watch sebagai anggota. Badan Pengawas diketuai oleh Koordinator Nasional JKPP dan Direktur KpSHK sebagai anggota. Dalam melaksanakan visi, misi dan program, Badan Pengurus diketuai oleh Kasmita Widodo.
Saat ini BRWA memiliki tiga Kantor Wilayah (Kanwil) yaitu Kanwil BRWA Kalimantan Barat, Kanwil BRWA Sulawesi Tengah dan Kanwil Sulawesi Selatan sebagai pengembangan kantor layanan registrasi wilayah adat di Kalimantan dan Sulawesi.
Selain itu, untuk layanan registrasi wilayah adat BRWA juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendiri dan jaringan di tingkat nasional dan wilayah seperti dengan Unit Kerja Percepatan Pemetaan Partisipatif (UKP3), Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) dan lembaga lainnya yang melakukan pemetaan wilayah adat.
Tugas Pokok & Fungsi BRWA berfungsi sebagai wadah konsolidasi peta-peta wilayah adat melalui proses registrasi wilayah adat yang meliputi tahap pendaftaran, verifikasi, validasi dan publikasi.
Tujuan BRWA adalah menyediakan sistem registrasi wilayah adat yang dapat menunjukkan keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya yang diadopsi oleh sistem registrasi di Indonesia. Digunakannya dokumentasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat dalam proses pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Membangun kerjasama para pihak dalam mendorong perubahan dan pelaksanaan kebijakan yang mengakui hak-hak masyarakat adat dan wilayah adatnya. Mewujudkan Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat dalam segala aspek kehidupan. (BAC/ON)

