Orideknews.com, MANOKWARI, – Kepala Kantor Ombudsman Perwakilan Papua Barat, Ir. Musa Yosep Sombuk, Msi, MAAPD menyoroti mutasi yang akhir-akhir ini terjadi disejumlah daerah contohnya Kota Sorong.
Menurut Musa, mutasi pejabat Sekda di Kota Sorong diduga tanpa melalui prosedur dan mengarah pada kebutuhan petahana di Pilkada 2024 mendatang.
“Jabatan Sekda diangkat melalui proses tahapan seleksi, dan mendapat SK dari Mendagri. Harus ada peniliannya, siapa yang menilai, apa dasar penilaiannya, hasil penilaiannya sudah diberikan kepada yang bersangkutan, yang kemudian yang bersangkutan bisa memeberikan klarifikasi, lalu kemudian diambil diusulkan untuk diberhentikan setelah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan. Kemuduan baru bisa mengambil langkah bergantian jabatan,” tutur Sombuk.
Kata Sombuk, permasalahan itu sesuai laporan yang bersangkutan yakni Sekda yang diganti. Menindaklanjuti laporan itu, Ombudsman telah membentuk tim untuk memeriksa inspektorat Sorong dan Wali kota Sorong.
“Karena ini baru laporan, kita akan mengecek bagaiamana Inspektur bekerja, apa yang menjadi dasar meraka periksa, hasil pemeriksaannya seperti apa, lalu ferivikasinya bagaiamana. Karena pelapor menyampaikan bahwa dia tidak pernah diklarifikasi,” bebernya.
Ombudsman Papua Barat akan memeriksa dugaan maladministrasi Inspektorat dan Wali Kota Sorong, mereka harus diperiksa bekerja sesuai kewenangannya.
Musa kemudian meminta penjabat Gubernur Papua Barat untuk menjaga netralitas ASN, menjelang Pemilu 2024.
“Gubernur Harus melihat netralitas ASN, karena sudah terjadi mutasi-mutasi diakhir masa jabatan, Arahnya bukan pertimbangan yang telah diatur perundang-undangan terkait dengan kompetensi, terkait kebutuhan-kebutuhan jabatan. Tetapi sudah mengarah kebutuhan-kebutuhan posisi inkamben, dengan kata lain, birokrasi mau digunakan sebagai mesin kemenangan inkamben uang punya potensi maju lagi,” tambahnya.
Sementara itu, walikota Sorong, Lamberthus Jitmau yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Rabu, (22/6/22) menyatakan bahwa Kepala Daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian sehingga semua pejabat diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah baik Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Kita mempertahankan orang itu apabila kinerjanya baguskan? Kalau orang kinerjanya nggak bagus dan tidak merangkul pimpinan-pimpinan OPD lain apa memang harus dipertahankan? Tidak mungkin kan,” ungkap Lamberthus.
Dia menegaskan yang dilakukan adalah evaluasi kinerja, keputusan itu diambil juga atas rekomendasi dari pihak-pihak terkait yang memiliki kewenangan.
“Saya yang pakai, bukan siapa-siapa yang pakai. Saya yang butuhkan kalau baik saya pertahankan kalau tidak, tidak mungkin kan. Jangan satu orang dipertahankan merugikan kepentingan orang banyak,” tuturnya.
Lamberthus mengklaim bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebut gubernur, bupati, atau wali kota dapat mengganti sekda apabila tidak bisa bekerja secara maksimal dan profesional.
Kebijakan itu sambung Lamberthus, sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rangka menggerakkan tata kelola pemerintahan berkaitan dengan layanan publik.
“Jadi kalau ada Sekda atau OPD tidak mampu boleh mengganti setiap bulannya,” beber Lamberthus meniru pernyataan Menpan RB.
Dirinya menjelaskan jika ada hal yang dirasa merugikan pihak manapun, boleh melaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Kalau tidak puas ke KASN, tapi kan KASN sudah kasih rekomendasi. Jadi pejabat pembina kepegawaian punya kewenangan melakukan mutasi karena dievaluasi kinerja,” tambah Lamberthus. (ALW/ON).