Panglima Parjal Papua Barat, Ronald Mambieuw mengatakan bahwa pertemuan Forkopimda itu tidak menyelesaikan masalah, namun menambah panjang masalah ditengah masyarakat asli Papua di Papua Barat, juga tidak menjamin untuk menghilangkan kata Mony** kepada orang asli Papua.
Apalagi menurut dia, pertemuan itu dilaksanakan tanpa melibatkan komponen masyarakat yang terlibat langsung dengan bentrok pada 19 Agustus 2019 lalu.
Tegas Ronald, subtansi dari pertemuan itu belum bisa menemukan akar masalah tapi menambah masalah ditengah masyarakat yang saat ini masih lakukan bentrok di daerah lainnya di Papua Barat, seperti di kabupaten Fakfak, Sorong pada saat pertemuan itu berlangsung, Rabu (21/8).
Dalam kesempatan itu, selaku koordinator aksi Ronald Mambieuw menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Papua dan non Papua yang mendiami kabupaten Manokwari yang langsung menerima dampak dari aksi massa pascabentrok itu.
Menurutnya, aksi damai itu berujung pada bentrok dan pengrusakan fasilitas umum, namun sesungguhnya bukan tujuan demo damai yang berujung bentrok oleh solidarias Papua bergerak. Akan tetapi oknum massa yang lakukan pengrusakan fasilitas umum.
Kata Mambieuw, pengrusakan itu dilakukan oleh anak- anak yang diduga tidak terurus sehingga melakukan hal yang tak terpuji pascabentrok itu, namun aksi massa itu dilakukan secara spontanitas oleh rakyat Papua.
“Atas nama rakyat Papua yang dijuluki Mony** meminta kepada pemerintah daerah dan aparat kepolisian untuk bebaskan massa yang sudah tertangkap pascabentrok itu demi menjaga kondisi keamanan,” katanya.
Menurut dia, Forkopimda Papua Barat seharusnya tidak menggunakan kewenangan untuk lakukan pertemuan dan seharusnya memangil siapa dibalik aksi dilapangan sehingga menemukan subtansi dari masalah.
Apalagi orang Papua bukan dijuluki Mony**, maka alangkah baiknya ada solusi tentang kata Mony** itu hilang dan tak boleh terulang lagi diucap kepada rakyat Papua. Untuk itu, pertemuan Forkopimda dibantah keras oleh solidarias Papua bergerak.
Untuk lebih jelasnya, Mambieuw meminta kepada Gubernur Papua Barat untuk membuka ruang lagi kepada solidaritas Papua bergerak, Cipayung, BEM Unipa yang terlibat aksi untuk bertemu Gubernur agar ada solusi tawaran menyelesaikan masalah.
“Siapa yang bisa melarang, menjamin kata Mony** dikeluarkan dikemudian hari kepada rakyat Papua, sehingga kami menilai bahwa pertemuan Forkopimda itu belum menjamin harkat martabat orang asli Papua,” tegas Mambieuw.
Sementara itu, Pemuda adat Papua di Papua Barat, Thimotius Daud Yelimolo meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melihat masalah kata Mony** kepada rakyat Papua, bahkan kata Mony** ini sudah lama dilontarkan oleh non Papua di luar tanah Papua, terutama di pulau tanah Jawa.
Bahkan setiap kali masalah di tanah Papua pastinya pemerintah keluarkan kata maaf dan maaf. Bahkan kata Mony** ini sudah menyakiti hati rakyat Papua sudah lama dilontarkan, sehingga masalah itu memicu konflik di tanah Papua secara spontanitas.
Dia menyarankan kepada pemerintah Pusat untuk lakukan rekonsiliasi atau dialog dengan rakyat Papua di tanah Papua, terutama menghadirkan para pihak di luar Papua, misalnya pemerintah Malang, Semarang, dan Surabaya di Provinsi Jawa Timur.
“Tujuannya agar ada kesepakatan bersama atas penolakan kata Mony** itu, sehingga kemudian hari jangan-jangan menimbulkan masalah konflik kepada rakyat Papua,” tambah Yelimolo.
Koordinator Jangkar Papua Barat, Metusalak Awom dalam keterangan pers kepada wartawan mengatakan, pertemuan Forkopimda hanya sepihak. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah hadirkan mereka yang bermasalah dengan rakyat Papua untuk duduk bicara.
Bahkan pemerintah Papua dan Papua Barat belum bisa selesaikan masalah Papua sendiri, maka harusnya menghadirkan semua pihak di tanah Papua, termasuk para pihak di pemerintah Pusat melibatkan ormas di tanah Papua.
“Pertemuan Forkopimda tidak beralasan dan tidak menyelesaikan masalah, namun akan perpanjang masalah kepada rakyat Papua dikemudian hari,” katanya.
Metusalak, Ronald dan Yelimolo mewakili rakyat Papua di Manokwari Papua Barat meminta agar pasukan yang diperbantukan ke Papua Barat agar ditarik kembali ke satuannya di luar Papua Barat. Alasannya sangat simpel agar tidak menakuti rakyat Papua Barat. (EN/ON)
error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)