Hal itu disampaikan Filep Wamafma menyikapi adanya aksi kontak senjata antara Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menyerang Satgas TNI yang sedang bertugas di Papua.
Dari aksi ko kontak senjata itu, dua anggota TNI Lettu Inf. Erizal Zuhri Sidabutar dan Serda Rizky meninggal dunia pada 17 Desember 2019.
Kedua korban sempat dirawat akibat terkena tembakan itu, namun akhirnya nyawa kedua korban tak bisa tertolong.
Padahal, menurut Filep Wamafma, saat ini Pansus Papua DPD RI sedang bekerja untuk menciptakan kedamaian Tanah Papua.
“Pansus Papua, pertama-tama menyampaikan keprihatinan dan belasungkawa yang mendalam atas gugurnya para personel TNI tersebut, maka kita berharap agar peristiwa serupa tidak terulang lagi,” ungkap Wamafma, Jumat (20/12).
Lebih lanjut, Filep mengatakan, harus diakui kalau peristiwa semacam ini bukanlah sekali dua kali terjadi di daerah rawan konflik semacam di Intan Jaya, Papua.
Diakuinya, berulang kali berbagai peristiwa itu terjadi, maka seharusnya membuka mata berbagai pihak bahwa semua persoalan di Papua harus segera diselesaikan.
“Persoalan semacam ini juga sejatinya membuka hati nurani semua orang bahwa nuansa kebencian sedang berakar dan berkembang di Tanah Papua, mengapa demikian?, Dimana konflik yang terjadi sesungguhnya merupakan letupan-letupan dendam akibat saling menyerang, saling menuding kesalahan, saling mempertahankan ego, baik pihak pemerintah, maupun pihak KKB,” kata Wamafma.
Untuk itu, dalam keadaan semacam ini, kata dia, pendekatan-pendekatan berkarakter militeristik sudah sepantasnya ditinggalkan, demikian juga halnya perlawanan yang bernuansa militer.
Katanya Wamafma, Itu berarti ada kepentingan lain yang lebih besar yang harus dilindungi, yaitu masyarakat sipil yang tidak ingin wilayahnya menjadi ajang pertumpahan darah atau bahkan menyaksikan sendiri adanya pertempuran antara saudara sebangsa.
Oleh karena itu, kedamaian rakyat sipil pula sehingga kedua belah pihak, TNI dan KKB perlu menahan diri untuk memikirkan langkah-langkah konstruktif kooperatif, sehingga kedamaian di Papua dapat dirasakan. “Sesungguhnya tidak mudah mendudukkan “singa” dan “harimau” pada satu meja, kecuali kepada keduanya dihadirkan santapan yang sama lezatnya,” ucap Wamafma.
Meskipun tidak mudah, sebut Wamafma, maka Negara harus memastikan bahwa baik TNI maupun KKB harus duduk bersama dan bicara dari hati ke hati tentang masa depan anak-anak Papua dan kedamaian yang seharusnya dirasakan di Papua.
Kemudian dalam pola pikir yang sama, para elit politik daerah seraya memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, lalu perlu mengambil langkah-langkah kongkrit yang mendukung terciptanya ruang dan waktu untuk duduk bersama dan membicarakan masalah Papua secara jujur.
“Keadilan yang dicari adalah keadilan yang penuh kejujuran tentang sejarah, perjuangan, pembangunan, dan penegakan Hak Asasi Manusia. Selama semua itu belum ditempatkan pada ruang kejujuran, maka keadilan dan kedamaian di Tanah Papua hanya merupakan sebuah utopia berkepanjangan,” lanjut dia.
Dalam kesempatan ini, Pansus Papua dalam cinta dan cita-cita membangun zona damai di Tanah Papua untuk mendorong adanya dialog dari hati ke hati, dalam posisi horizontal antara Pemerintah Pusat dengan para tokoh agama, kaum intelektual, para pemuda Papua, dan bahkan semua gerakan yang “dipandang separatis” di Tanah Papua.
Dia menambahkan bahwa hal ini juga pada gilirannya akan membuktikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berkeadaban, yang memberikan ruang terbuka bagi perbedaan-perbedaan kepentingan, bahkan ideologi sekalipun.
“Sudah saatnya Pemerintah Pusat memperhatikan permasalahan di Papua secara serius. Pembalasan dendam dan kesedihan akan terus mencederai masyarakat sipil, dan mungkin juga para militer, bila tidak ada perhatian serius tentang hal ini,” katanya.(EN/ON)
error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)